Kamis, 03 Januari 2013

Jangan Semena-mena Kepada Ayah


             Ada seorang pemuda yang sebentar lagi akan wisuda. Beberapa bulan yang lalu pemuda itu melewati sebuah showroom mobil dan saat itu dia jatuh cinta pada sebuah mobil sport keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya akan memberi hadiah mobil kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat menyayaginya. Sehingga dia yakin banget akan mendapatkan mobil itu.
            Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya. Bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan kepada teman-temannya. Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayan pun tersenyum dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga kepada anaknya. Lalu dia pun mengeluarkan bingkisan dan bingkisan itu bukan sebuah kunci.
            Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu dan dengan kecewa dia membukanya. Dibalik kertas kado itu dia menemukan sebuah Alkitab yang bersampulkan kulit asli, di kulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Tanpa terduga pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dan berteriak. “Yaaah...Ayah memang sangat mencintaiku dengan semua uang ayah, ayah belikan Alkitab untukku?”
            Kemudian dia membanting Alkitab itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa lagi, hatinya sangat hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.
            Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses. Dengan bermodalkan otaknya yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan istri yang cantik serta memiliki anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkannya dan tanpa menghubunginya sama sekali. Dia berharap suatu saat dapat bertemu dengan anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya kepada anaknya. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan ayahnya.
            Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitahukan bahwa ayahnya telah meninggal dan sebelum meninggal ayahnya mewariskan seluruh hartanya kepada anaknya tersebut. Sang anak disuruh menghadap ke Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinta menjadi sangat sedih sekali, mengingat semua kenangan semasa tinggal disitu.
            Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelek terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang di rumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alkitab itu masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan air mata berlinang dia membuka halaman Alkitab itu.
            Di halaman pertama Alkitab itu dia membaca tulisan tangan ayahnya. Setelah dia selesai membaca halaman pertama, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alkitab itu. Dia memungutnya....sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer sama dengan dealer sport yang dulu dia idamkan. Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu dan menemukan sebuah STNKdan surat-surat lainnya, namanya tercetak disitu. Dan sebuah kwitansi pembelian mobil tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda.  
            Kemudian dia berlari menuju garasi dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu.
            Dengan buru-buru dia mrnghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. Bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya sedang tersenyum bangga. Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhenti mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar